Latest Post

Tujuan Hidup Menurut Alquran

Oleh: A.A. Danie | 19 Agu 2014 | 08.38



Alquran telah menerangkan kepada kita  tujuan hidup dan berbagai keinginan manusia dalam kehidupan ini. Pertama, Alquran menjelaskan bahwa sebagian manusia menjadikan makan dan kesenangan sebagai tujuan hidupnya. Allah SWT berfirman,

إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الأنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَهُمْ (١٢)

   ... dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka.(QS. Muhammad: 12)

Kedua, Alquran juga menjelaskan bahwa sebagian manusia menjadikan perhiasan dan kekayaan sementara sebagai tujuan hidupnya. Allah SWT berfirman,


زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ (١٤)

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. Āli ‘Imrān: 14). 

Ketiga, Alquran juga menjelaskan bahwa sebagian manusia menjadikan hidupnya untuk menyulut fitnah dan menyuburkan kejahatan. Mereka adalah orang-orang yang disebut dalam firman AllahTa’ālā, Surat al-Baqarah: 204—205,


وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ (٢٠٤)
وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الأرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ الْفَسَادَ (٢٠٥)

Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.

(Ungkapan ini adalah ibarat dari orang-orang yang berusaha menggoncangkan iman orang-orang mukmin dan selalu mengadakan kekacauan).

        Itulah beberapa tujuan manusia dalam kehidupan ini. Allah SWT telah membersihkan kaum mukmin dari tujuan-tujuan itu, membebaskan mereka darinya, memberikan tugas yang lebih mulia kepada mereka daripada tujuan-tujuan tersebut, dan menetapkan kewajiban yang lebih luhur di atas pundak mereka. Tugas mulia serta kewajiban luhur yang dimaksud adalah menunjukkan manusia kepada kebenaran, membimbing mereka ke jalan kebaikan, dan menerangi seluruh penjuru dunia dengan matahari Islam. Itulah makna firman Allah Jalla wa ‘Alā,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٧٧) وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ (٧٨)

Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu, dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu (maksudnya: dalam Kitab-Kitab yang telah diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW), dan (begitu pula) dalam (Alquran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.(QS. Al-ajj: 77—78).

       Artinya, Alquran menjadikan kita—kaum Muslim—sebagai penanggung jawab umat manusia yang lalai serta memberikan kepada mereka hak kepemimpinan serta kekuasaan atas dunia untuk menunaikan tanggung jawab yang mulia itu. Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa, secara politis, kekuasaan itu sebenarnya adalah hak kaum Mukmin, bukan hak yang lainnya. Kekuasaan itu mestinya dipersembahkan untuk menegakkan peradaban Islam, bukan untuk memperkokoh peradaban materialisme.
Dalam QS an-Nur, ayat 55, kembali Allah menegaskan hal itu dengan gamblang,

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (٥٥)


Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang  telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.

       Selanjutnya, Allah menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan yang mulia itu, seorang mukmin menjual jiwa dan hartanya kepada Allah, sehingga ia merasa pemilik sejati dari jiwa dan hartanya tersebut bukan lagi dirinya, melainkan Allah SWT. Kedua sarana itu—jiwa dan harta—telah menjadi wakaf untuk keberhasilan tugas-suci kehidupan seorang mukmin dan tersampikannya hidayah Islam kepada hati manusia. Itulah makna firman Allah SWT dalam QS. at-Tawbah: 111,


إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ...
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka ....
       Oleh karena itu, kita menyaksikan dari generasi terbaik dari umat ini dan generasi terbaik yang datang sesudahnya orang-orang yang mewakafkan apa yang ada padanya, bahkan dunianya, untuk dakwah agar mendapatkan kenikmatan akhirat sebagai balasan atas pengorbanannya.

       Pertanyaannya sekarang: di mana posisi kita—kaum muslim hari ini—dari tujuan suci yang digambarkan Allah yang disebutkan tadi? Demi Allah, wahai Saudara-saudaraku yang mulia, apakah kita telah memahami makna itu dari Alquran sehingga jiwa kita menjadi mulia, ruh kita membumbung tinggi, terbebas dari perbudakan materialisme, terbersihkan dari syahwat dan hawa-nafsu, terhindar dari tujuan-tujuan rendah, wajah kita terarahkan dengan lurus kepada Allah, Pencipta langit dan bumi... menegakkan kalimat Allah, menyebarkan agama-Nya, dan membela syariat-Nya? Ataukah kita justeru berada di barisan orang-orang yang menjadi tawanan syahwat serta budak nafsu dan keserakahan, di mana yang mereka pikirkan setiap harinya hanyalah makanan lezat, kendaraan megah, perhiasan mewah, tidur yang menyenangkan, istri cantik, penampilan palsu, dan gelar-gelar kosong? Ibarat ungkapan syair,

                  رَضوا بالأمانى وابتلّوا بحظوظهـم                      
(Mereka puas dengan angan
dan merasa telah mendapatkan untung

Sungguh benar Rasulullah SAW yang bersabda,

تَعِسَ عبــدُ الدينار، تعس عبــد الدرهــم، تعس عبــد القَطيفـــة

(Celakalah hamba dinar... Celakalah hamba dirham... Celakalah hamba selimut). 

Quran Player untuk Anda, Pecinta Quran

Oleh: A.A. Danie | 16 Agu 2014 | 21.44


Quran Player adalah Kitab Suci Alquran yang dikemas dalam bentuk digital. Quran Player menyajikan begitu banyak fasilitas dan kemudahan bagi Anda dalam berinteraksi dengan Alquran, di antaranya adalah sebagai berikut.

Alquran


Quran Player menyajikan teks Alquran 30 juz yang mudah dinavigasi berdasarkan ayat, surah atau juz. Quran Player dapat menampilkan teks Alquran, terjemah atau tafsir secara berdampingan sehingga mudah untuk dibandingkan.

Murattal


Quran Player menyajikan pembacaan ayat-ayat Alquran oleh dua orang qari yaitu Syaikh Ali Abdurrahman Al-Hudzaifi dan Syaikh Muhammad Ayyub. Ayat yang dibaca ditampilkan dengan warna yang berbeda agar lebih mudah disimak.

Terjemah


Quran Player menyajikan terjemah Alquran berbahasa Indonesia dari Kementerian Agama Republik Indonesia dan dua buah terjemah Alquran berbahasa Inggris oleh Abdullah Yusuf Ali dan Muhammad Marmaduke Pickthall.

Tafsir


Quran Player menyajikan tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi dan Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy) dalam bahasa Indonesia.

Pencarian dan Penyalinan Teks


Quran Player menyediakan fasilitas pencarian kata dalam Alquran, terjemah atau tafsir. Quran Player juga dapat menyalin teks Alquran, terjemah atau tafsir ke clipboard dalam bentuk teks atau image agar dapat digunakan oleh program pengolah kata atau program pengolah image lainnya untuk berbagai keperluan.

Mudah dan Indah


Quran Player sangat mudah digunakan tanpa harus diinstalasi terlebih dahulu dan dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk tampilan indah yang dapat Anda pilih.

Menjalankan Program

Program ini hanya dapat berjalan pada sistem operasi Windows 2000, Windows XP, atau yang lebih baru.
Program tidak perlu diinstalasi karena program dapat dijalankan secara otmatis. Anda cukup mengirim ikon “Quran Player” ke desktop lalu meng-klik-nya.  


Apabila program tidak dapat mengeluarkan suara bacaan dan sound-device yang ada di komputer Anda bermasalah, instal codec yang mendukung MPEG 2 Layer 3
Apabila Anda tidak dapat menuliskan script Arabic di form pencarian, Anda harus menginstalasi dukungan yang diperlukan lewat Control Panel Regional and Language Options. Pada tab "Languages" bagian "Suplemental language support", cek pilihan "Install files for complex script and right-to-left languages", kemudian tekan tombol "OK".

Berikut ini adalah contoh tampilan beberapa fitur Quran Player.


Halaman Utama

Alquran dan Terjemahan Indonesia

Indeks Surat

Salin Ayat dan Terjemahnya

Anda bisa mengunduh (download) software ini dengan gratis. Sebelum keluar dari halaman ini, silakan Anda meninggalkan komentar sebagai tanda kunjungan silaturahim
Selamat mencoba.
Download Area

 Ukuran file: 644 Mb
 Format: .iso
 Download: Klik di sini! 

Ketika Sang Alim Menangis dan Mencium Tangan Sang Bocah

Oleh: A.A. Danie | 12 Agu 2014 | 11.32

Namanya Musa. Usianya baru menanjak ke 5,5 tahun. Pada usia yang "belum apa-apa" bagi bocah seusianya, anak kelahiran Bangka ini telah menunjukkan kekuatannya "mengguncang" jagad tahfizh al-Qur`an dengan hapalan yang menghampiri 30 juz.

Benar. Musa sudah menghapal 29 juz Alquran, memasuki 30 juz. Hebatnya, hapalannya sangat bagus, seperti di luar kepala. Sewaktu ia diuji oleh Syaikh Ali Jaber, Ustadz Amir Faishol Fath, dan sejumlah penonton, dengan lancar ia meneruskan ayat-ayat yang dibacakan kepadanya. Bacaannya bak air yang mengalir jernih, tanpa hambatan.


Ketika Irfan Hakim meminta komentar, Ustadz Amir Faishol Fath mengatakan sambil menangis, “Saya tidak punya bahasa.... Subhanallah...” Sang alim kemudian menghampiri Musa dan mencium tangannya sebagai penghormatan terhadap orang yang dimuliakan Allah dengan Alquran. Syaikh Ali Jaber pun menangis bersama dengan penonton yang juga tidak dapat menahan air mata mereka.
Untuk lebih jelasnya, silakan simak video ini.... Dus, apa komentar Anda?


Prototipe Masyarakat Modern Sasaran dan Output Dakwah

Oleh: A.A. Danie | 22 Okt 2013 | 08.47




"Masyarakat rabbani yang melahirkan peradaban Islam yang universal, bukanlah suatu utopia, tetapi terukir dalam sejarah Islam sebagai suatu peninggalan yang amat berharga untuk memompa ghirah dan semangat para mujahid dakwah."


Muqaddimah

Yang dimaksud dengan masyarakat modern adalah struktur masyarakat yang dinamis dan  kreatif untuk melahirkan gagasan-gagasan demi kepentingan manusia dalam berbagai sektor kehidupan. Seperti diketahui, masyarakat manusia telah ditinjau dari sudut pandang berbeda oleh berbagai aliran pemikiran moral. Perbedaan itu muncul ketika titik berat perspektifnya  diletakkan pada aspek alami dan kegiatan masyarakat yang berbeda. Menurut Alquran, atribut inti dari masyarakat manusia adalah kepribadian yang mencakup kesadaran diri, pengarahan diri, kehendak, dan intelek kreatif. (A.M. Saefuddin, et.al.:  1991).

Dakwah merupakan jalan lempang kehidupan menuju Tuhan yang terbentang sejak manusia pertama menghuni bumi Allah ini. Di atas jalan ini, kafilah panjang itu akan terus bergerak menjadi agen pengubah ('anasihir at-taghyir) hingga akhir kehidupan dunia, dan lokomotifnya hanya akan terhenti oleh tiupan sangkakala Malaikat Israfil.

         Dalam Ad-Da'wah: Qawa'd wa Ushul, Jum'ah Amin Abdul Aziz menyatakan bahwa dakwah yang diwajibkan atas kaum muslimin adalah dakwah yang bertujuan dan berorienrtasi pada pembangunan masyarakat Islam, seperti yang dikerjakan oleh para rasul Allah yang memulai dakwahnya di kalangan masyarakat jahiliyah. Tujuan ini—menurut Jum'ah—membutuhkan suatu jamaah yang berupaya menegakkan Islam dalam realitas kehidupan, sehingga manusia melihat keteladanan yang baik, menyaksikan keindahan Islam yang terefleksi dalam masyarakat muslim, dan pengaruh agama ini tertoreh pada jiwa setiap orang yang mengimaninya. (Jum'ah Amin Abdul Aziz: 2005).

         Tak pelak lagi, aktivitas dakwah menampilkan dua dimensi. Pertama, dakwah adalah kewajiban yang syar'i, dan kedua, kebutuhan yang mendesak secara sosial.

         Dakwah sebagai kewajiban syar'i ditegaskan dalam berbagai ayat Alquran dan hadis Nabi saw. Di antaranya, firman Allah dalam QS. Âli 'Imrân, ayat 104:


 Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munka; merekalah orang-orang yang beruntung.

         Ayat ini secara jelas menunjukkan kewajiban berdakwah. Indikatornya adalah terdapatnya لام الأمر  (lâm yang berarti perintah) dalam frase ولتكن   dan frase منكم  yang menunjukkan fardu kifayah. Olehkarena itu, seluruh umat Islam diperintahkan agar sebagain dari mereka melaksanakan kewajiban ini. Ketika ada sekelompok orang yang melaksanakanya, kewajiban itu gugur dari yang lain. Jika tidak seorang pun yanhg melaksanakanya, mereka semua menanggung dosanya. Ketika seorang muslim melihat kemungkaran yang dilakukan secara terang-terangan, Rasulullah saw. mewajibkan setiap muslim untuk mengubah kemungkaran tersebut semaksimal kemampuannya, sebagaimana sabdanya:

من رأى منكم منكرا فليغير بيده، فإن لم يستطع فبلسـانه، وإن لم يستطع فبقلبه، وذالك أضعف الإيمــان. (رواه مسلم).

Barangsiapa di antara kamu yang melihat suatu kemungkaran, hendaklah diubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak sanggup, maka dengan hatinya; itulah selemah-lemah iman. (HR. Muslim).

         Begitu pula firman Allah dalam QS. Al-Baqarah, ayat 159—160:

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati. Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

         Ibn Katsir mengatakan bahwa ini merupakan ancaman yang keras bagi orang yang menyembunyikan ajaran yang dibawa oleh para rasul berupa petunjuk yang menjelaskan tentang berbagai tujuan yang benar dan petunjuk yang bermanfaat untuk hati, sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah kepada para hamba-Nya di dalam kitab-kitab-Nya yang telah diturunkan kepada para rasul-Nya. (Ibn Katsir: 2/74).

         Sebagaimana halnya sebagai kewajiban syar'i, dakwah juga merupakan kebutuhan masyarakat karena beberapa alasan.

         Pertama, manusia membutuhkan orang yang bisa menjelaskan kepada mereka apa-apa yang yang diperintahkan oleh Allah untuk menegakkan argumentasi (hujjah) atas mereka. Ini adalah tugas para rasul, karena tidak ada hukuman tanpa didahului oleh peringatan (QS. Yâsin : 6 dan al-Isrâ`: 15).

         Kedua, kondisi kehidupan sosial saat ini diwarnai oleh kerusakan, ketamakan, dan hawa nafsu. Sementara itu, para pelakunya menginginkan agar kerusakan tersebut tersebar dimasyarakat agar masyarakat menjadi seperti mereka (QS. An-Nisâ`: 89 dan at- Tawbah: 67).

         Oleh karena itu, merupakan keharusan bagi orang-orang beriman untuk menegakkan nilai-nilai kebajikan dalam masyarakat seraya menyebarkan "virus"-nya secara meluas demi terciptanya tatanan masyarakat modern yang ideal dalam perspektif Islam.

Sasaran Dakwah: Masyarakat Modern yang Jahili

         Awal kejatuhan manusia dari makhluk spiritual menjadi makhluk material adalah dampak langsung dari munculnya humanisme dalam panggung sejarah. Hal tersebut ditandai dengan adanya renaisans (renaissance), yakni kerinduan akan nilai-nilai budaya leluhur dari Yunani dan Romawi. Lewat corong renaisans, humanisme mempromosikan potensi manusia melebihi batas-batas fitrahnya. Humanisme memfigurkan manusia sebagai titik pusat sentral alam yang bergerak ke arah pengukuhan manusia sebagai superman. Manusia yang merasa dirinya unggul karena penemuan sains dan teknologi melalui otaknya yang brilian,  membuatnya makin berambisi untuk menaklukkan alam yang ia anggap sebagai obyek yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan manusia.

          Sebagai akibatnya—seperti yang disaksikan sekarang—terjadilah kemarahan alam yang berbalik memukul manusia dalam bentuk banjir, luapan lumpur, krisis energi, yang merupakan ancaman paling hebat yang pada hakikatnya adalah akibat ulah manusia sendiri dengan hasil penemuannya yang telah dipisahkan dari nailai-nlai fitarahnya. Ini adalah dimensi pertama dari mayarakat modern jahili yang merupakan sasaran dakwah, yakni kemanusiaan yang tidak bertuhan (humanisme).

         Dimensi kedua adalah materi yang tidak bertuhan (materialisme), yang menganggap realitas kehidupan ini cuma materi. Oleh sebab itu, manusia memfoluskan perhatian penuh kepada materi sebagai titik tumpuan. Materialisme ilmiah telah menarik perhatian jutaan ilmuwan untuk ikut memikirkan konsep-konsep materialisme untuk dipasarkan di tengah-tengah masyarakat modern yang jahili. Masyarakat model ini sekarang begitu tertarik dengan propaganda kaum materialis yang menawarkan potensi materi dalam kehidupan manusia melalui berbagai dimensi kebutuhan. Dengan promosi yang efektif disertai iklan yang gencar melalui teknologi informasi, masyarakat diracuni dengan aneka barang produksi yang sebenarnya tidak primer.

         Dimensi ketiga—sebagai sasaran dakwah—adalah perilaku yang tidak bertuhan (ateisme), yaitu suatu pandangan hidup yang tidak mengakui Tuhan secara konsepsional karena Dia tidak dapat diinderai dan tidak bisa dirasakan secara langsung dalam bentuk pengalaman. Tuhan hanya hadir dalam pikiran, tidak hadir dalam tindakan.

         Di samping konsepsional, ateisme juga muncul dalam pola perilaku nyata. Artinya, manusia manusia begitu sibuk dengan materi, sehingga tidak acuh dengan Tuhan. Manusia tidak punya sedikit waktu pun untuk merenungkan Tuhan, apa lagi menghayati keberadaan-Nya yang kemudian menuruti perintah-perintah-Nya. Ateisme dengan model seperti ini banyak terdapat dalam struktur kehidupan masyarakat modern sekarang.

         Itulah tiga dimensi pokok pemaknaan manusia atas kehidupan modern yang penulis identifikasi sebagai "modern jahili" yang notabene menjadi sasaran kerja dakwah para kader yang telah menisbatkan diri bergabung dalam kafilah dakwah yang panjang ini.

Menuju Masyarakat Modern yang Rabbani

Tiada perjuangan yang paling mulia melebihi perjuangan membangun umat manusia. Pembanguan yang dimaksud adalah upaya penyelamatan masyarakat dari kondisi-kondisi yang telah dideskripsikan di atas,  ke arah penyempurnaan kualitas hidup yang berpijak kepada falsafah fitrah penciptaan manusia sebagai makhluk rabbani.  Islam telah  memberikan konsep tentang prototipe sosial yang ideal dalam dimensi masyarakat modern yang dinamis dan kreatif. 

Pertama, secara struktural, masyarakat Islam adalah masyarakat yang bertauhid, yakni masyarakakt yang menjadikan ajaran Allah swt. sebagai satu-satunya acuan nilai dalam interaksi sosialnya, sehingga seseorang  akan berlaku sama pada saat berinteraksi dengan siapa saja. Kesetaraan dalam hak dan kewajiban di antara seluruh anggota masyarakat terlindungi dengan baik sehingga seseorang akan merasakan penghargaan yang tinggi dan proporsional di tengah-tengah lingkungannya.

Kedua, manusia telah dipercaya untuk mengemban misi kemanusiaan untuk mewujudkan statusnya sebagai mandataris Allah di bumi. Untuk itu, ia harus menanamkan "akhlak rabbâni", yang salah satu di antaranya adalah kreativitas. Ia harus berfungsi secara progresif untuk memperbaiki kesejahteraan umat dalam seluruh aspek kehidupan. Dari sini, dapat dikatakan bahwa masyarakat rabbâni adalah masyarakat yang dinamis dan progresif.

Ketiga, ciri yang lain dari masyarakat yang menjadi output dakwah adalah yang menegakkan supremasi hukum. Siapa pun yang bersalah dikenakan hukuman. Tidak peduli, apakah ia pejabat negara atau pun rakyat jelata. Semuanya diperlakukan sama. Sebaliknya, siapa pun yang benar wajib dibela, meski dia budak hitam yang tua renta.

Keempat, Islam telah menjadikan bekerja sebagai salah satu bentuk "jihad" yang tidak bisa dihindari. Dalam perspektif ini, nilai manusia tergantung pada hasil kerjanya yang menjadikannya makhluk terhormat. Dengan demikian, masyarakat modern-rabbani yang akan menjadi output dakwah adalah masyarakat yang produktif.

Kelima, tujuan yang harus dicapai melalui penjelmaan nilai-nilai yang mengatur masyarakat rabbani tertuang  dalam konsep falâh, yakni kesejahteraan yang dikaitkan dengan jelas baik terhadap individu maupun masyarakat. Di dalam Islam konsep kesejahteraan kolektif disajikan dalam semua dimensinya (spiritual, moral, fisik, ekonomi, politik, dan seterusnya), sangat berbeda dengan penekanan kesejahteraan ekonomi saja, seperti yang ditekankan dalam sosialisme ilmiah Marxis. Hal ini mengoindikasikan bahwa masyarakat Rabbani  yang menjadi output dakwah adalah masyarakat sejahtera dalam berbagai dimensi kehidupannya.

Penutup

Telah diuraikan secara singkat beberapa problematik masyarakat modern yang disadari atau tidak, kita terlibat di dalamnya. Oleh karena itu, dalam aktivitas dakwahnya, setiap dai hendaknya mempersiapkan bekal yang mantap untuk menghadapi kompleksitas masyarakat yang menjadi sasaran dakwahnya, di samping perlu mengidentifikasi output seperti apa yang akan dihasilkan di dalam proses dakwahnya.

Masyarakat rabbani yang melahirkan peradaban Islam yang universal, bukanlah suatu utopia, tetapi terukir dalam sejarah Islam sebagai suatu peninggalan yang amat berharga untuk memompa ghirah dan semangat para mujahid dakwah. (Agustan Ahmad)
والله أعلم بالصـــواب.

MARAJI'
  
al-Qurân al-Karim.

'Abdul 'Aziz, Jum'ah Amin. Ad-Da'wah Qawâ`id wa Ushul. Terj. Abdus Salam Masykur dengan judul "Fiqih Dakwah", Solo: Intermedia, 2005.

Abdul Muiz, M.A., et. al. Tarbiyah Menjawab Tantangan (Refleksi 20Tahun Pembaharuan Tarbiyah di Indonesia). Jakarta: Robbani Press, 2002.

A.N., Firdaus, K.H. Panji-Panji Dakwah. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1991.

Mustafa Masyhur. Thariq ad-Da'wah bain al-Ashâlah wa al-Inhirâf. Terj. Aunur Rofiq Shaleh Tamhid, Lc. Dengan judul "Prinsip dan Penyimpangan Gerakan Dakwah". Jakarta: Robbani Press, 2001.

Saefuddin, A.M., et.al. Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi. Bandung: Mizan, 1991.

Tohari, Hamim. "Meretas Peradaban Unggul", Majalah Hidayatullah, Edisi 9 /XIX Januari, 2007.

Wahono, Untung. "Model Masyarakat Madinah", Majalah Hidayatullah, Edisi 9 /XIX Januari, 2007.


Membangun Karakter Bangsa dengan Nilai-Nilai Ramadan

Oleh: A.A. Danie | 10 Agu 2013 | 10.46





“Sungguh, eksistensi suatu bangsa ada pada akhlak (karakter)-nya. Jika akhlak sudah hilang, hilang pulalah eksistensi bangsa tersebut.” (Syauqi Bey)

اللهُ أكْبَرْ (3×) اللهُ أكْبَرْ (3×) اللهُ أكبَرْ (3×) اللهُ أكْبَرْ كُلَّمَا هَلَّ هِلاَلٌ وَأبْدَرَ، اللهُ أكْبَرْ كُلَّماَ صَامَ صَائِمٌ وَأَفْطَرْ، اللهُ أكْبَرْ كُلَّماَ تَرَاكَمَ سَحَابٌ وَأمْطَر،ْ وَكُلَّماَ نَبَتَ نَبَاتٌ وَأزْهَرْ، وَكُلَّمَا أطْعَمَ قَانِعُ اْلمُعْتَرْ. اللهُ أكْبَرْ (3×) لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ وَاللهُ أكْبَرْ اللهُ أكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ .اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ أَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ أَنْ لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلأكْبَرْ، وَاَشْهَدٌ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الشَّافِعُ فِى اْلمَحْشَرْ، قَدْ غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَأصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ، اللهُ أكْبَرْ. أمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ


Pagi ini, kita telah mengawali keberadaan kita di tempat ini dengan takbir, tahmid, dan tasbih sebagai ungkapan pengagungan, penyucian, serta syukur kita kepada Rabb al-Jalīl, Allah Tabāraka wa Ta’ālā. Berulang-ulang kita melafalkan kalimat-kalimat suci itu. Takbir sebagai pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah swt.; tasbih untuk menjauhkan serta menyucikan Dia dari segala sifat kekurangan; dan tahmid sebagai ungkapan pepujian atas limpahan nikmat serta kebaikan-Nya untuk kita.

Hari ini, kita gembira bisa menyelesaikan rangkaian ibadah Ramadan karena kita mempunyai harapan besar untuk dapat kembali mengantar diri kita dalam kesucian jiwa serta kefitriannya dalam sepuhan takwa. Kita bersuka-cita karena hari ini kita akan memperoleh pengampunan dari-Nya.

إِذَا صَامُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ وَخَرَجُوْا إِلىَ عِيْدِكُمْ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالىَ: يَا مَلاَئِكَتِى كُلُّ عَامِلٍ يَطْلُبُ اُجْرَهُ اَنِّى قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ فَيُنَادِى مُنَادٌ: يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ اِرْجِعُوْاإِلَى مَنَازِلِكُمْ قَدْ بَدَلْتُ سَيِّئَاتِكُمْ حَسَنَاتٍ فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: يَا عِبَادِى صُمْتُمْ لِى وَأَفْطَرْتُمْ لِى فَقُوْمُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ


“Apabila mereka berpuasa di bulan Ramadan kemudian keluar untuk merayakan hari raya kalian, Allah pun berfirman, 'Wahai malaikat-Ku, setiap orang yang mengerjakan amal kebajian dan meminta balasannya, sungguh Aku telah mengampuni mereka'. Seseorang kemudian berseru, 'Wahai umat Muhammad, pulanglah ke tempat tinggal kalian. Seluruh keburukan kalian telah diganti dengan kebaikan'. Kemudian Allah pun berfirman, 'Wahai hamba-Ku, kalian telah berpuasa untuk-Ku dan berbuka untuk-Ku, maka bangunlah sebagai orang yang telah mendapatkan ampunan.”

Allāhu Akbar (3x) wa lillāhil-ḥamd,
Kaum Muslimin-Muslimat, atsābakumullāh,

Seribu empat ratus tiga puluh dua tahun yang lalu, Nabi saw. memimpin salat ‘Id yang pertama. Ia mengungkapkan rasa syukurnya karena Allah swt. telah menganugrahkan kemenangan kepada kaum mukmin dalam Perang Badar. Seribu enam ratus tiga puluh dua tahun setelah itu, bangsa Indonesia memperingati Idulfitri setelah melepaskan belenggu penjajahan dan menyatakan kemerdekaannya. Hari ini, kita melakukan salat Idulfitri dan satu pekan setelah hari ini, kita akan memperingati kemerdekaan Indonesia ke-68. Mari kita jadikan nilai-nilai Ramadan sebagai salah satu tonggak pembangunan karakter bangsa kita.

Dengan mencermati kemelut serta carut-marut politik yang menimpa bangsa kita, khususnya pada setengah dasawarsa terakhir, kita akan menyepakati satu kesimpulan bahwa bangsa besar ini sungguh membutuhkan pendidikan karakter yang kokoh untuk selamat dari keterpurukannya. Pujangga Islam Mesir, Syauqi Bey, bernah mengatakan:

إنما الأمم الأخلاق مابقيت فإن همو ذهبت أخلاقهم ذهبوا


“Sungguh, eksistensi suatu bangsa ada pada akhlak (karakter)-nya. Jika akhlak sudah hilang, hilang pulalah eksistensi bangsa tersebut.”

Sebagai wahana pendidikan karakter, Ramadan mengajari kita tentang input, proses, dan output (hasil) suatu pendidikan. Mari kita membicarakannya, secara singkat, satu persatu.

Pertama,input dalam pendidikan karakter pada madrasah Ramadan adalah iman. Allah swt. berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ


“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 183).

Ramadan telah membuktikan, betapa pun bulan suci itu menyediakan kemuliaan ibadah, tetapi hanya orang-orang yang mempunyai ‘energi’ iman yang mantap saja yang bisa menggunakan peluang untuk meraih kemuliaan tersebut. Bahkan, bertambahnya ketakwaan kita sangat ditentukan oleh kadar dan kualitas iman kita. Maaf, yang imannya pas-pasan—apa lagi yang tidak punya iman—memandang Ramadan yang mulia hanya sebagai rangkaian waktu yang menjengkelkan dan kontraproduktif bagi aktivitas-aktivitasnya. Kiranya, itulah rahasianya sabda Rasulullah saw.:

 من صام رمضـان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبــه ومن قام ليلة القدر إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبــه ›› رواه البخاري و مسلم


"Barangsiapa berpuasa serta mendirikan salat pada laylat al-qadr atas dasar iman dan harapan pahala dari Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Maka, yang harus kita pahami terlebih dahulu, usaha apa pun yang kita giatkan untuk membentuk karakter bangsa tanpa dilandasi dengan keimanan yang kokoh adalah kesia-siaan! Dari sudut pandang ini, semoga kita bisa memahami pentingnya keimanan sebagai pondasi pendidikan kita, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

Allāhu Akbar (3x) wa lillāhil-ḥamd,
Kaum Muslimin-Muslimat, raḥimakumullāh,

Kedua, proses. Paling tidak, ada empat proses yang diajarkan oleh Ramadan untuk membentuk kita menjadi bangsa yang berkarakter.

Proses pertama adalah seluruh ibadah dalam Islam—tidak terkecuali ibadah puasa—apabila dikerjakan dengan baik dan benar, akan membentuk karakter positif bagi pelakunya. Sebaliknya, penunaian ibadah akan dipandang gagal jika tidak mendampakkan karakter yang baik bagi diri pelakunya. Rasulullah saw. bersabda:

 رب صائم ليس له من صيامه إلا الجوع و العطش ›› رواه أحمد والحاكم و البيهقي


“Betapa banyak orang yang berpuasa tetapi tidak beroleh apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga.” (HR. Ahmad, al-Hākim, dan al-Baihaqī).

Di sinilah pentingnya kita menggalakkan anak-anak kita—bahkan diri kita sendiri—untuk berkomitmen mengerjakan ibadah sejak dini, baik di rumah maupun di sekolah atau di lingkungan kerja. Maka, sekali lagi, kita diberi pelajaran bahwa pendidikan karakter hanya akan menghabiskan dana—karena akan kehilangan arah—kalau tidak diberengi oleh semangat beribadah sebagai simbol ketunduk-pasrahan kepada Allah Rabb al-‘Ālamīn.

Proses kedua yang diajarkan Ramadan untuk membentuk karakter bangsa ini ialah “keakraban” dengan Alquran, yang tentu secara tidak kebetulan diturunkan Allah swt. pada bulan Ramadan. Alquran adalah sumber petunjuk untuk memperoleh kesuksesan dan keselamatan. Kita harus sadar bahwa kita membutuhkan kedua hal yang saya sebutkan terakhir: kesuksesan dan keselamatan. Kita tidak hanya harus sukses, tetapi juga harus selamat dari murka dan azab Allah swt. Bagaimana cara mencapai keduanya? Mari kita simak firman Allah Tabāraka wa Ta’ālā:

“Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS. al-Isrā`: 9).

Menyiapkan diri dan generasi menjadi bangsa yang berkarakter adalah dengan menjalani proses menjadi pribadi dan masyarakat Qurani: membaca Alquran, memahaminya, menghapalkannya, dan mengamalkannya, seperti yang telah kita coba praktikkan selama sebulan dalam Ramadan.

Proses yang ketiga ialah menciptakan dan memilih lingkungan yang baik dan—sebaliknya—menjauhkan diri dari lingkungan yang buruk. Lingkungan yang baik akan memberi pengaruh yang besar terhadap pembentukan karakter yang baik. Begitu pula sebaliknya, lingkungan yang buruk juga akan berpengaruh terhadap karakter kita. Ramadan telah mengajarkan hal ini kepada kita bahwa ketika kita kompak untuk “membentuk” lingkungan yang menyibukkan diri dengan amal kebajikan dalam bulan agung itu, kita pun merasakan naiknya grafik karakter kebaikan dalam jiwa kita yang berpengaruh signifikan terhadap cara berpikir kita, cara berbicara kita, serta cara bertindak kita.

Rasulullah saw. bersabda,“Ketika datang Ramadan, terbukalah pintu-pintu surga, tertutuplah pintu-pintu neraka, dan terbelenggulah setan.” (HR. Muslim).

Proses keempat ialah melatih kepedulian sosial. Salah satu nilai yang sangat asasi dari pelajaran Ramadan adalah mengasah kecerdasan sosial. Puasa dan sedekah, infak, serta zakat diharapkan membentuk karakter sosial kita; melahirkan rasa tidak hanya sekadar peduli kepada orang lain, tetapi mengutamakan kepentingan saudara-saudara kita; mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara di atas kepentingan pribadi, keluarga, serta partai politik kita. Sesungguhnya, Ramadan mengajak dan mengajar kita untuk merasakan nikmatnya menjadi pribadi pemberi dan menyuruh kita meninggalkan karakter senang menerima, meminta, bahkan mengambil hak masyarakat untuk menjadi milik pribadi kita. Itulah sebabnya mengapa pada akhir kewajiban puasa Ramadan ada kewajiban membayar zakat fitrah yang tidak hanya dibebankan bagi yang kaya, tetapi juga bagi yang miskin selama mereka memiliki kelebihan dari bahan makanan pokok dan kebutuhan sehari-semalam pada malam 1 Syawal itu sampai dengan dilaksanakannya salat Idulfitri. Itu dimaksudkan agar mereka—orang-orang yang hakikatnya membutuhkan bantuan itu—juga merasakan nikmatnya memberi, minimal sekali dalam setahun.

Allāhu Akbar (3x) wa lillāhil-ḥamd,
Kaum Muslimin-Muslimat, atsābakumullāh,

Aspek terakhir dari pendidikan karakter ala Ramadan adalah output. Input dan proses yang benar akan menghasilkan output yang baik. Apabila input “iman” berbanding lurus dengan keempat proses yang disebutkan di atas, maka dapat dipastikan bahwa output yang dihasilkan dari pendidikan karakter ala Ramadan adalah terciptanya pribadi takwa dan masyarakat muttaqīn dengan lima ciri-khas, seperti yang disebutkan Imam Ali krw.: (1) الخوف من الجليل (takut akan kebesaran Allah), (2) والعمل باالتنزيل (mengamalkan Alquran), (3) والشكر على الجزيل (bersyukur), (4) والرضى بالقليل (merasa puas), dan (5) والإستعداد ليوم الرحيل (bersiap-diri menuju akhirat).

Allāhu Akbar (3x) wa lillāhil-ḥamd,

Sungguh sangat indah apabila nilai-nilai pendidikan karakter yang telah diajarkan oleh Ramadan dan telah kita capai darinya, terus kita tradisikan mulai hari ini.

Bertanyalah kepada diri kita masing-masing dan jawablah dengan komitmen yang mantap mulai hari ini:
  • Apa yang menahan kaki kita untuk melangkah ke masjid, padahal kita telah mentradisikannya sepanjang Ramadan?
  • Apa yang mengalangi diri kita untuk mengendalikan hawa-nafsu kita agar tidak memasukkan makan dan minuman haram ke dalam rongga perut kita; agar tidak mendekati perilaku maksiat kepada Allah swt., sementara kita mampu mngendalikannya selama Ramadan?
  • Apa yang menyebakan kita begitu berat membaca dan menghayati Alquran, padahal kita bisa melakukan, membaca, dan menamatkannya di dalam Ramadan?
  • Apa yang membebani kita sehingga begitu berat mengerjakan tahajud, witir, puasa sunah, serta amalan sunah lainnya, padahal kita berhasil menghidupkannya di dalam Ramadan?

Allāhu Akbar (3x) wa lillāhil-ḥamd,
Kaum Muslimin-Muslimat, raḥimakumullāh,

Segera setelah salat Idulfitri ini berakhir, mari kita berjanji kepada diri kita untuk memancang tonggak silaturahim dalam perjalanan hidup kita. Selama ini, kita telah menanam pohon penuh duri di tengah jalan raya kehidupan. Semua orang yang melewati, kita tusuk dengan duri-duri tajam kita, kita sakiti hati mereka. Kita cabik-cabik perasaan mereka dengan keangkuhan kita. Makin sering orang-orang itu hadir di depan kita, makin banyak luka-luka dalam jantungnya, makin banyak rintihan dan tangisannya.

Di antara mereka itu adalah orang tua kita. Temuilah mereka kalau mereka masih hidup. Kenanglah beban yang mereka tanggung untuk melahirkan kita dan membesarkan kita. Bersimpuhlah di hadapan mereka, bahagiakan mereka, sehingga kita melihat lagi di wajah-wajah mereka senyuman tulus yang menyejukkan hati. Mohonlah maaf kepada mereka karena selama ini ucapan dan perilaku kita telah melukai mereka.

Setelah itu, cobalah pusatkan perhatian kepada orang-orang di sekitar kita yang selama ini tersakiti karena ambisi kita, yang tercampakkan karena arogansi kita, yang tersia-siakan karena besarnya keserakahan kita, atau yang “sekadar” terabaikan karena kesibukan kita. Mereka itu pasangan hidup kita, anak-anak kita, tetangga kita, sahabat kita, bahkan seluruh kaum muslim, saudara kita. Sadarkan diri kita bahwa mereka dihadirkan Allah untuk kita cintai dengan sepenuh hati. Di antara mereka, yang secara khusus Allah swt titipkan kepada kita, ada orang-orang yang menderita, orang lemah, kaum fuqarā` dan masākīn.
Ya Allah,
Aku mohon ampun kepada-Mu
Di hadapanku ada orang yang dizalimi, aku tidak menolongnya
Kepadaku ada orang berbuat baik, aku tidak berterima kasih kepadanya
Orang bersalah meminta maaf kepadaku, aku tidak memaafkannya
Orang susah memohon bantuan kepadaku, aku tidak menghiraukannya
Ada hak orang mukmin dalam diriku, aku tidak memenuhinya
Tampak aib mukmin di depanku, aku tidak menyembunyikannya
Dihadapkan dosa kepadaku, aku tidak menghindarinya

Ilāhī,
Aku mohon ampun dari semua kejelekan itu dan yang sejenis dengannya
Aku sungguh menyesal
Biarlah itu menjadi peringatan agar aku tidak berbuat yang sama sesudahnya
Catatlah ini sebagai penyesalanku atas segala kemaksiatan
Sebagai tekadku untuk meninggalkan kedurhakaan
Jadikan itu semua, taubat yang menarik kecintaan-Mu

Wahai Zat yang mencintai orang-orang yang bertaubat.

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. وأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ ربِّهِ ونَهَيَ النَّفْسَ عَنِ اْلَهوَى فَإنَّ الْجَنَّةَ هِيَ اْلمَأْوَى. مِنَ اْلعَائِدِيْنَ وَاْلفَائِزِيْنَ وَاْلمَقْبُوْلِيْنَ وَأدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ وَأَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُاللهَ اْلعَظِيْمَ لِى وَلَكُمْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرْهُ اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

(Agustan Ahmad)









Khutbah yang Mengguncang Dunia

Oleh: A.A. Danie | 31 Jul 2013 | 08.47

Maher Zain - Ramadhan (Versi Indonesia)

Oleh: A.A. Danie | 6 Jul 2013 | 05.59

Mars Pemuda Islam

Oleh: A.A. Danie | 5 Jul 2013 | 07.21



Munsyid: Izzatul Islam
Wahai pemuda Islam bersatulah
Dunia Islam menanti langkah sucimu
Luruskan niat di hati, rapat barisan sejati
Jadikan diri Pemuda Rabbani

Allah Ghayatuna
Muhammad Qudwatuna
Qur’an Dusturuna
Jihad sabiluna



Allah tujuanku
Muhammad tauladanku
Qur’an petunjukku
dan Jihad jalanku

Syahid di jalan Allah cita-cita tertinggi
Syahid di jalan Allah cita-cita tertinggi

Maher Zain - Ramadhan

Oleh: A.A. Danie | 2 Jul 2013 | 10.49


                                                     You lift me up high
You spread my wings
And fly me to the sky
I feel so alive
It’s like my soul thrives in your light
But how I wish you’d be
Here with me all year around

[Chorus:]
Ramadan Ramadan,
Ramadanu ya habib
(Ramadan, Ramadan, Ramadan O beloved)
Ramadan Ramadan
Laytaka dawman qareeb
(Ramadan, Ramadan,
How I wish you were always near)

Love is everywhere
So much peace fills up the air
Ramadan month of the Quran
I feel it inside of me, strengthening my Iman
But how I wish you’d be Here with me all year around

[Chorus:]
Ramadan Ramadan,
Ramadanu ya habib
(Ramadan, Ramadan, Ramadan O beloved)
Ramadan Ramadan
Laytaka dawman qareeb
(Ramadan, Ramadan,
How I wish you were always near)

I just love the way you make me feel
Every time you come around you
breathe life into my soul
And I promise that
I’ll try throughout the year
To keep your spirit alive In my heart it never dies
Oh Ramadan!

[Chorus: X2]
Ramadan Ramadan,
Ramadanu ya habib
(Ramadan, Ramadan, Ramadan O beloved)
Ramadan Ramadan
Laytaka dawman qareeb
(Ramadan, Ramadan,
How I wish you were always near)

Laytaka dawman qareeb
(Ramadan, Ramadan,
How I wish you were always near)




jasa pembuatan website termurah
 
Copyright © 2014. Qalamedia Online - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger