B
arongsai bukan sekadar seni hiburan, tapi memiliki makna spiritual bagi masyarakat Tionghoa. Liong (naga) dan Barongsai adalah tradisi wajib pada perayaan Imlek. Dalam kepercayaan warga Tionghoa, Liong dan Barongsai merupakan lambang kebahagiaan dan kesenangan. Pertunjukan tarian singa dan naga ini dipercaya bisa membawa keberuntungan (hoki).
arongsai bukan sekadar seni hiburan, tapi memiliki makna spiritual bagi masyarakat Tionghoa. Liong (naga) dan Barongsai adalah tradisi wajib pada perayaan Imlek. Dalam kepercayaan warga Tionghoa, Liong dan Barongsai merupakan lambang kebahagiaan dan kesenangan. Pertunjukan tarian singa dan naga ini dipercaya bisa membawa keberuntungan (hoki).
Tari Barongsai dikenal dengan gerakannya yang energik,
ekspresif, menegangkan sekaligus menakjubkan. Tarian ini merupakan perpaduan
keserasian dan dinamisasi gerak para penarinya yang atraktif dengan iringan
musik tambur, gong, dan simbal.
Para penari atau pemain Tari Barongsai kebanyakan
berlatar seni bela diri, kungfu dan Wushu. Hal ini berkaitan dengan gerakan
tariannya bergaya akrobatik, yakni dengan salto, meloncat, melompat dan
berguling.
Barongsai biasanya digelar bukan hanya pada
perayaan-perayaan seperti menyambut Imlek (Spring Festival) atau Cap Go
Meh (Lantern Festival), tetapi juga digelar saat upacara-upacara penting
lainnya seperti, peresmian perkantoran, toko, pusat perbelanjaan, restoran,
hotel, rumah, upacara pernikahan, festival budaya, kelenteng dan sebagainya.
Di negara asalnya, Tiongkok, tarian ini disebut dengan
Lungwu atau Tarian Singa (simplified Chinese: traditional Chinese: pinyin:
wushi). Setidaknya ada tiga jenis barongsai dikenal di dunia, yaitu Xuang Shi
(singa kembar), Qing Shi (singa hijau), dan Xing Shi (singa sadar).
Barongsai di Tionghoa juga bukan sekadar seni hiburan
semata, tapi dipercaya memiliki makna spiritual sebagai penolak bala juga
mengekspresikan sebuah optimisme, kedamaian dan kesejahteraan.
Barongsai juga digambarkan sebagai simbol dari singa
yang berani dengan memiliki sifat sebagai
‘Raja Rimba yang perkasa’ melindungi yang lemah. Selain
itu singa juga dilambangkan binatang yang dipercaya memiliki kekuatan mistis
dan magis yang bisa mengusir roh jahat atau tolak bala. Zaman dahulu permai-nan
ini sering bermain dalam istana kekaisaran yang tujuannya untuk menghibur para
penonton.
Secara keseluruhan, gerakan utama dari tarian
barongsai adalah gerakan singa yang memakan amplop berisi uang yang disebut
dengan istilah lay see. Di atas amplop tersebut biasanya ditempeli dengan
sayuran selada air yang melambangkan hadiah bagi sang singa. Proses memakan lay
see ini biasanya berlangsung sekitar separuh bagian dari seluruh tarian
barongsai itu.
Sejarah
Barongsai
Berbagai versi muncul mengenai asal mula tarian
Barongsai ini. Dalam sebuah buku ‘Festival Tradisi Budaya China’ karangan Dr
Kai Kuok Liang di Shanghai RRC menyebutkan bahwa Singa datang dari bagian Barat
daratan China. Waktu itu dinaiki oleh Pangeran Bun Cu Phu Sak yang membawa
ajaran Budha ke Tiongkok, dikenal dengan zaman Lima Dinasti-Han (947-950 SM).
Sedang cerita lain mengatakan, tarian ini sudah ada
pada zaman Dinasti Xie Han. Saat itu, Kekaisaran Han Bu Tie mengutus Menteri
Chang Chiau ke bagian Barat Tiongkok. Sewaktu kembali, sang Menteri Chiau
membawa sebuah seni budaya setempat, yakni permainan singa (Tarian Barongsai).
Ada pula yang menyebutkan tarian ini sudah ada sejak
abad ke-5 atau zaman dinasti Sung, atau zaman Selatan-Utara. Versi lain
menyebutkan, tarian ini sudah digelar sejak masa Dinasti Thang (618-907 Sebelum
Masehi).
Sementara, menurut seorang guru besar asal Universitas
Jinan, China, Huang Kun Zhang,
menyebutkan Tarian Barongsai ada sejak tahun 420-589
Masehi, yakni pada zaman pemerintahan dinasti Selatan-Utara atau Nan Bei.
Ketika itu, pasukan Raja Song-Wen-Di kewalahan menghadapi serangan pasukan
gajah Raja Fan-Yang dari negeri Lin Yi.
Timbullah sebuah inisiatif dari sang panglima perang
Raja Song Wen Di bernama Zhong Que untuk membuat sebuah boneka tiruan Singa
yang sangat besar. Upaya sang panglima ternyata tidak sia-sia, dia berhasil
mengusir pasukan gajah yang lari ketakutan karena melihat singa raksasa yang
siap menerkam dan menyerang mereka.
Di Indonesia, Barongsai mulai masuk pada abad 17 atau
saat terjadi migrasi besar-besaran dari China Selatan.
Apakah Umat
Ini Aman dari Ancaman Syirik?
Banyak peringatan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam kepada umat akhir zaman terhadap bencana syirik. Bahkan beliau
tegaskan umatnya kelak ada yang mengekor kaum musyrikin hingga berhala pun
disembah.
Dalam sebuah hadits panjang, disebutkan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى
تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِى بِالْمُشْرِكِينَ وَحَتَّى تُعبَد الأَوْثَان
“…Kiamat tidak akan terjadi hingga sekelompok kabilah
dari umatku mengikuti orang-orang musyrik dan sampai-sampai berhala pun
disembah…” (Shahih Ibnu Hibban Juz XVI hal. 209 no. 7237 dan hal. 220
no. 7238 Juz XXX no. 7361 hal 6, Syu’aib al-Arnauth berkata, “Sanad-sanadnya
shahih sesuai dengan syarat Muslim).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“لا تقوم الساعة حتى يرجع ناس
من أمتي إلى أوثان كانوا يعبدونها من دون الله- عز وجل“.
“Tidak akan terjadi hari kiamat hingga sekelompok kaum
dari umatku kembali kepada berhala. Mereka menyembah berhala tersebut di
samping Allah Subhanahu wa Ta’ala" (Riwayat Abu Dawud al-Thayalisi dari
Musa bin Muthir, lemah. Ithaful Khirah wal Mahrah Bizawaid Juz 8 hal.
34).
Autsan dalam bentuk jamak (plural) dari watsan,
artinya berhala. Watsan adalah segala sesuatu yang mempunyai bentuk badan yang
biasanya dibuat dari unsur tanah, kayu, atau bebatuan seperti bentuk manusia.
Benda ini dibentuk, dimuliakan, dan disembah. Kadang juga watsan mencakup
sesuatu yang tidak berbentuk gambar atau bentuk. Shanam adalah gambar tanpa
bentuk badan.
Sesembahan ini, kalau zaman jahiliyah berbentuk
patung-patung orang saleh, sekarang bisa diwujudkan dalam kuburan-kuburan atau
petilasan-petilasan orang shaleh yang dianggap shaleh. Kini ada pembela
kesyirikan menganggap melarang orang berdoa di kuburan merupakan bentuk kurang
ajar kepada para wali, alias tidak mau menghormati orang yang layak dihormati,
bahkan dicap sebagai pengikut iblis yang tidak mau menghormati Adam.
Subhanallah!
Gaya-gaya perilaku kaum Musyrik kini memang banyak
melanda kaum Muslimin. Di antaranya bersumpah dengan selain Allah, kasidah yang
penuh dengan bait-bait syirik, mengubur orang saleh dalam masjid, menjadikan
kuburan sebagai tempat perayaan dan ibadah, melakukan nadzar untuk para wali,
menyembelih korban di kuburan para wali, thawaf mengitari kuburan yang dianggap
wali, bahkan ada yang bersujud kepada kuburan kiai. Di Solo bahkan orang
berjubel untuk membuntuti kerbau yang dijuluki Kyai Slamet. Hewan bule ini
setiap bulan baru Muharram dilepas mengelilingi Kraton Solo. Di antara yang
hadir berebut mendapatkan kotoran hewan yang sering menjadi lambang kebodohan
tersebut. Ya, kotorannya dijadikan rebutan. Diambil berkahnya, kata mereka.
Mereka bukan hanya orang tua, tetapi juga anak-anak muda! Di belahan lain ada
sekelompok orang yang tekah bersyahadat, mengantar sesajen ke gunung Lawu dan
Merapi. Yang lain memberikan sedekah laut alias larung sesaji ke pantai laut
Selatan. La haula wala quwwata illa billah.
Zaman memang sudah bergeser, berubah dari kondisi
zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hingga seorang pakar hadits
Imam Bukhari membuatkan sebuah bab dalam Shahih-nya ‘Bab Taghayuru al-Zaman
hatta tu’badu al-Autsan—Berubahnya Zaman hingga Berhala Kembali Disembah Shahih
Bukhari Juz VI hal. 2604.
Bahkan kelak dedengkot berhala kaum musyrikin Quraisy
akan kembali diagungkan. Aisyah berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
« لاَ يَذْهَبُ اللَّيْلُ
وَالنَّهَارُ حَتَّى تُعْبَدَ اللاَّتُ وَالْعُزَّى ».
“Malam dan siang tidak akan lenyap (terjadi kiamat) hingga
Lata dan Uzza kembali disembah.” (Shahih Muslim : 6907, Sunan al-Tirmidzi no.
2228, dan Musnad Ahmad no. 8164, Mukadimah Masail Jahiliyah juz I hal.
16).)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam punya
perhatian yang lebih terhadap ancaman kesyirikan, hingga pada hari meninggalnya
beliau masih sempat mengingatkan umatnya agar tidak mengikuti perilaku Ahli
Kitab yang berlebihan dalam memuji nabi dan orang saleh, sikap mereka menyeret
kepada syirik besar. Akankah kita sebagai umatnya yang kini semakin lemah
justru merasa aman dari syirik. Sungguh, muslim bergaya syirik kini sedang
ngetren. Semoga kita diselamatkan Allah Ta’ala. [nahimunkar]
Posting Komentar
Sebagai ungkapan silaturahim, berikan komentar Anda!